1. Sifat Asli Takkan Ditemui
Boleh
jadi kamu beralasan pacaran untuk mengenal sifat atau karakter
pasangan itu sendiri. Tahukah kamu? Sifat asli akan muncul saat
seseorang dalam keadaan panik, kesal, marah, dalam sedang menghadapi
masalah, dan dalam keadaan pikiran kacau. Jika dalam kondisi apapun itu
meski buruk suasana hati tentu tidak akan melampiaskan kemarahan atau
kekesalan kepada kita tanpa alasan yang jelas. Sedang kebanyakan orang
saat suasana hati buruk pacarlah yang jadi sasarannya dianggap orang
yang mengerti sekalipun bersikap atau memperlakukan buruk terhadapnya,
picik sekali memang alasan ini.
Janganlah tertipu saat seseorang
dalam kondisi suasana hati baik bisa memperlakukan kita dengan baik saat
kondisi suasana hatinya buruk juga. Sebab, antara suasana hati baik
dan buruk dipengaruhi oleh sifat bawaan yang terbentuk menjadi nilai
sikap hidup dalam memandang dan menghadapi masalah yang ditemui. Dalam
kondisi suasana hati baik seseorang bisa melakukan manupulasi diri
alias bersikap pura-pura dalam menyenangkan hati pacarnya, sedang dalam
kondisi suasana hati buruk sulitlah untuk bersikap pura-pura sebab
keadaan dirinya sedang bermasalah sehingga harus menghadapi tekanan,
menenangkan pikiran yang mengganggu, dalam menentukan sikap hidup yang
jadi acuannya.
Padahal konflik-konflik itu selalu ada dalam
menjalani hubungan, sekalipun sudah menikah malah bisa jadi godaan dan
tantangan dalam mempertahankan hubungan lebih besar yang akan dihadapi
sebab ada Masa Rawan 1, Masa Rawan 2, dan Masa Rawan 3 yang harus
dilewati.
Sebagai gambaran jelasnya seperti yang diungkap oleh
Rohmadi Rusdi dalam bukunya berjudul Manipulasi Hidup: Tragedi Harta,
Tahta, dan Wanita (1995:70-72):
✿ Masa Rawan 1 ✿
Terjadi
pada tahun pertama perkawinan. Pada masa ini masing-masing pihak masih
dalam proses penyesuaian diri. Dua pribadi yang berangkat dari latar
belakang berbeda bertemu untuk menegakkan sebuah harapan yang lebih
kerap berupa impian dan khayalan. Betapa dahulu sebelum memasuki gerbang
perkawinan, harapan-harapan senantiasa melambung, memadu kasih
sepanjang waktu untuk mewujudkan keluarga bahagia sejahtera bersama
kekasih yang selama ini dipuja siang dan malam. Kekasih yang mempunyai
kebaikan semata tanpa terlihat memiliki kejelekan.
Akan tetapi,
setelah saling memiliki, setelah bulan madu usai, pesona yang dahulu
terpancar, lambat laun kian meredup atau bahkan pudar sama sekali.
Kekasih yang dulu tampak tidak mempunyai cacat secuil pun sedikit demi
sedikit tersibak dan kemudian terlihatlah wajah aslinya. Lantas,
menghadapi kenyataan yang dianggapnya tak seindah tujuan semula, kalau
terus menerus terbuai pada angan-angan, maka timbullah penyesalan.
Merasa dirinya salah pilih, merasa ditipu dan dijebak. Jika
masing-masing pelaku tidak dapat mengendalikan emosinya, kiranya dapat
ditebak apa yang akan menimpa rumah tangga mereka.
✿ Masa Rawan 2 ✿
Terjadi
pada tahun ketujuh perkawinan. La Rose menamakannya sebagai the seven
year itch, atau kegelisahan pada tahun ketujuh. Pada masa ini
suami-isteri tiba-tiba merindukan sesuatu yang lain dan baru. Keduanya
menginginkan garah baru. Masa rawan 2kedua ini akan sangat berpengaruh
pada pasangan-pasangan yang hidupnya monoton, rutin tanpa variasi yang
berarti. Gairah cinta mereka seolah-olah padam dan merasa pasangannya
tidak mencintainya lagi. Hubungan suami isteri jadi hambar dan
membosankan. Jika mereka tidak tahan terhadap krisis ini, rumah tangga
akan berakhir sampai disitu. Terlebih kalau ada orang ketiga (the other
woman/man) yang masuk dalam kemelut ini, dapat dipastikan suasana
menjadi kian seru. Untuk menghindari hal itu, masing-masing pihak perlu
menciptakan stimulan-stimulan baru, warna baru, tanpa harus keluar rel
yang benar.
✿ Masa Rawan 3 ✿
Terjadi pada tahun kelima
belas sampai kedua puluh tahun perkawinan. Kerawanan dalam amasa ini
hampir sama dengan masa rawan 2, yakni kejenuhan. Kedua pasangan merasa
sudah saling mengenal luar dan dalam dengan baik sehingga tak ada
misteri yang pelu diungkap. Dan karena itu pula sudah merasa tidak
tertantang untuk bertualang mencari sesuatu yang terpendam dalam pribadi
pasangannya. Semuanya seakan sudah terbuka dan terlihat, membosankan
dan tidak menantang. Akibatnya, bisa seperti yang diatas apabila tidak
dicermati secara dini.
Akhirnya, bagaimanapun kita harus
menyadari fitrah kita sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan
kekurangan. Juga pada fitrah kita yang diberi kewajiban untuk
melestarikan keturunannya, sebuah kewajiban yang tidak sekedar
dijalankan dengan sekehendak hati, tetapi harus memakai cara-cara yang
sudah ditentukan oleh agama.
Sudah jelaslah, kematangan diri
dalam menjalani hubungan itu sangatlah penting sebagai pondasi. Pacaran
hanyalah ajang coba-coba dan tidak ada keseriusan kebanyakan dilapangan
sebagai status, seakan-akan permainan setan. Paling yang dicari dalam
pacaran, hanya mengeksplor hal-hal yang berhubungan dengan kemesraan
yang seringkali tidak disadari atau malah masa bodoh terhadap resiko
yang ditimbulkannya. Sama saja memberi peluang terhadap setan untuk
mempermudah tugasnya mengelincir orang yang mencintai dunia (tahta,
harta, dan wanita) dibanding mencintai Penciptanya. Semakin lupa pada
tujuan hidupnya dialihkan oleh angan-angan yang semu.
2. Janji Tak bisa Dipegang
Yup,
janji tak bisa dipegang artinya tak dapat dipercaya sebab ada
unsur-unsur bersikap tidak jujur apa itu terhadap dirinya sendiri
ataukah terhadap pacarnya. Kalau kita amati orang yang berpacaran
seakan-akan bahagia terus sebab yang dilihat itu saat-saat senang dalam
kebersamaan dilihat secara objektif. Tahukah kamu? Saat sedang mereka
bersama tanpa sepengetahuan kita bakalan ditemui godaan yaitu
perselisihan pendapat, godaan pertahanan kesetiaan, penyesuaian diri
dalam menyatukan pikiran hati untuk berjalan bersama, datangnya pihak
orang ketiga.
Nah, jadi bukan hanya jalan bersama-sama jika
berpergian kemana-mana lebih jauh kita harus tau mampukah berjalan
bersama tersebut dijalankan saat ditimpa masalah dalam hubungannya?
Malah itulah yang harus kita amati, sebab jika seseorang dalam keadaan
terhimpit akan menampilkan sifat aslinya sayang atau pura-pura sayang,
apa janjinya ditepati atau diingkari. Keadaan yang berubah jika jiwanya
labil niscaya mengikuti perubahan tersebut tanpa alasan yang jelas.
Secepat kilat, goyah terhembus angin, istilahnya tak punya pendirian
tetap meragukan kemampuan diri sendiri dan meragukan rasa sayang
kekasihnya.
Hakikatnya, jiwa yang masih labil antara pikiran dan
perasaan masih cenderung berubah-ubah belum menentu, sebab dominan
meragukan belum ada pegangan untuk mempertanggungjawabkan. Jadi,
bagaimana mungkin bisa dipegang setiap apa yang dijanjikan sedang
dirinya sendiri belum bisa memastikan bisakah mewujudkannya, padahal
setiap manusia hanya bisa merencanakan tak diberi kemampuan untuk
menentukan terjadi sesuatu hal dalam hidupnya, segala sesuatu diatur
oleh kehendak Ilahi Robbi. Tentu kita harus berwaspada, jangan tertipu
daya oleh rayuan, manis kata, sebab hal itu bagian dari strategi setan
untuk menjerumuskan ke kenikmatan sesaat. “Kasih tak akan tinggalkan,
tapi nyatanya meninggalkan tanpa kabar.
3. Pacaran itu bukan Ikatan tapi Status
Banyak
orang yang mungkir dari kenyataan ini, tapi dengan artikel satu ini
semua itu tidak artinya sebab akan diulas sedetail mungkin agar kita
kembali pada Islam yang sebenarnya. Pacaran itu bukan Ikatan tapi
Status, ya status makanya dikenal dengan istilah “jadian” selain itu
tidak ada 2 saksi tidak ijab qobul, sehingga yang tahu hanya mereka
berdua bersifat sembunyi-sembunyi jauh dari ridho Allah dan jauh ridho
Orangtua (sayangnya orangtua sekarang terlalu mengikuti zaman sehingga
melegalkan anaknya pacaran jika ada resiko pada anaknya barulah
kesadaran itu ada, nyaris bukan).
Berbeda sekali dengan Menikah
itu ikatan sah menurut 2 hukum antaranya: Hukum Negara dan Hukum Islam,
sehingga pertanggungjawaban semakin jelas jika disalahsatunya melanggar
kewajiban suami atau kewajiban istri pasti akan dikenai oleh hukuman
yang tercantum Undang-Undang Perkawinan. Sekarang begini, jika ada
seorang cewek yang hamil saat masih pacaran lalu meminta
pertanggungjawaban apa itu wajar? Jawabnya: tidak wajar, sebab cewek
tersebut melakukannya suka dengan suka tidak ada keterpaksaan, lalu
harus bagaimana kalau sekiranya? Cowoknya mau bertanggungjawab sih tidak
jadi masalah, tapi sesuai analisa pengamatan penulis banyaknya yang
mungkir untuk bertanggungjawab atas perilakunya disarankan menikah dulu
barulah berproduksi bayi sebanyak-banyaknya mau bikin klub tim
sepakbola boleh (11 0rang), atau mau bikin kampung sendiri dengan
sekitar 30 bayi (tapi sangatlah aneh khayalannya hik).
Dari sejak
dulu, Islam tidak pernah mengenal istilah Pacaran, malah Islam sendiri
memandang Pacaran sebagai azas pemanfaatan atau azas kesenangan
sekedar iseng (mengisi waktu kosong) itulah dalihnya. Maka
kesimpulannya, Pacaran diharamkan tanpa ada kompromi-kompromi yang
biasanya menolak vonis pacaran haram. Jika melakukan pacaran masih
dilakukan itu resikonya harus diambil penuh antaranya: dosa melanggar
kewajiban menjaga diri, dosa melanggar tidak menahan hawa nafsu birahi,
harus bertanggungjawab atas kebodohan yang dilakukan sendiri, harus
ikhlas jika dikhianati dilecehkan martabatnya, harus ikhlas dikekang
sehingga keterbatasan beraktifitas, harus ikhlas kehilangan arah
tujuan, dan masih banyak lagi (yang mengalami adalah kamu sendiri
sedang oranglain hanya mengingatkan selebihnya berpikirlah sebelum apa
yang tidak dinginkan terjadi).
4. Membuang waktu sia-sia
Banyak
waktu yang tersisihkan untuk berdua-duaan padahal banyak tugas di
sekolah atau dikantor menjadi korban, seringkali terjadi Sholat Fardhu
pun ditinggalkan semata-mata untuk berkencan (alias tidak tau waktu)
biasanya sebelum Magrib sudah kelayaban kemana-mana bukan gadis biasa
saja gadis berjilbab pun sekarang sama tidak mengerti arti sebenarnya
apa itu pacaran. Pacaran tidak semata-mata diharamkan begitu saja oleh
Allah dalam Firmannya yang tertulis dalam AlQur’an tapi untuk
dipikirkan dan dijalankan jika pacaran itu haram karena “Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Isra (17) : 32)
Zina yang
ditafsirkan oleh kebanyakan orang itu memiliki arti yang terpenting
tidak sampai melakukan hubungan seks (Zina Kemaluan), teryata jika
dikaji lebih dalam oleh Tafsir Qur’an hasilnya berbeda menurut Islam,
Zina itu bukan hanya Zina Kemaluan, akan tetapi banyak zina-zina lain
yang ditebarkan contohnya: Zina Bibir (Mencium yang bukan muhrim yang
belum sah), Zina Tangan (Meremas payudara, Memegang tangan padahal itu
punya daya efek dalam menyakinkan keraguan, menenangkan, dan timbul
hasrat seks), Zina Mata (Melihat payudara, melihat aurat-aurat lainnya,
pemandangan yang bukan saatnya sebab hanya diperbolehkan pada suami
istri tapi masih dengan ketentuan lain didalam hubungan seks secara
Islam tidak bolehnya telanjang, itu artinya banyak hal yang belum
diketahui), Zina Kaki (melangkah untuk berkencan padahal sudah jelas
berdua-duaan sama halnya memberi peluang pada nafsu berkeliaran), Zina
Hati (berangan yang tidak-tidak hal bersifat jorok atau kotor,
merendahkan martabat seseorang dengan memebri janji-janji kosong, dan
hal lainnya).
Sebagaimana dalam Haditsnya yang berbunyi. “Dari
Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau bersabda: “telah
ditulis atas anak Adam nasibnya (bagiannya) dari zina, maka dia pasti
menemuinya zina kedua matanya adalah memandang, zina kakinya adalah
melangkah, zina hatinya adalah berharap dan berangan-angan, dibenarkan
yang demikian oleh kemaluannya atau didustakan.” (HR. Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, dan An Nasa’i). Dalam riwayat lain beliau bersabda, “kedua
tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya
adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah mencium.” (HR.
Muslim dan Abu Dawud)
Sudahlah jelas kini, bukan hanya Zina
Kemaluan saja yang bisa terjadi melainkan menyebar ke berbagai cabang
zina ya disinilah alasan pelarangan pacaran itu sendiri lebih banyak
mudharat (Keburukan) dibanding manfaatnya. Bukannya hanya faktor yang
mendekati zina saja sudah diharamkan apalagi perbuatannya. Jadi, sudah
seharusnya pacaran ditinggalkan apalagi bisa mengganggu konsentrasi
belajar, konsentrasi bekerja, asik berdua-duaan hingga cita-cita yang
ingin diraih terlupakan karena sibuk memikirkan pacarnya takut
selingkuhlah, takut diputusinlah, banyak hal yang ditakutkan. Ya memang
akan menimbulkan kegelisahan dan kecurigaan yang tak jelas itu semua
ulah setan yang membawa sifat waswas terhadap hati kita dibisikannya
pikiran-pikiran yang negatif, “Takutkah kalau di suatu hari nanti
pacarmu meninggalkanmu? Takutkah kalau pacarmu ditaksir oleh temanmu
sendiri atau orang lain, sehingga rasa waswas itu akan membebani hingga
akhirnya terperosok dalam dosa-dosa inilah yang diinginkan oleh setan.”
Pacaran
itu dilegalkan oleh Islam Liberal (sebagai gaya hidup modern) dan
Iblis sebagai Pencetus Utama (agar Manusia memandang baik hal-hal yang
bersifat buruk sebagai tipudaya). Coba perhatikan ayat AlQur’an ini,
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa
aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan
ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlisdi antara mereka.” (QS. Al Hijr
(15) : 39 – 40).
Disini agar banyaknya yang terjerumus makanya
Pacaran dilegalkan padahal itu semua tipudaya setan, tidak ada pacaran
islami, pacaran sehat sekalipun belum bisa menjaga kehormatan diri
malah kebanyakan sakit hati, berangan-angan jorok ditimbulkannya dari
situ. Sekarang, hidup tanpa pacar masih digoda dengan pikiran jorok
asal ya itu tadi dalam ayat diatas kecuali hamba-hamba Engkau yang
mukhlisdi antara mereka yang bisa kita garisbawahi.
Pacaran
kenapa bisa legalkan? Karena citra menikah itu diperburuk oleh setan dan
anggotanya agar berani berbuat maksiat sebagai jalan pintas, jika
dibayangkan Menikah harus tanggungjawab kalau pacaran itu hanya sekedar
status jika sewaktu-waktu bosan bisa meninggalkannya, jika ceweknya
hamil bakal beralasan bukannya itu suka sama suka kenapa harus diadili
jadi tanggungjawab cewek itu sendiri, sehingga setan mengajarkan untuk
tidak bertanggungjawab atas apa yang diperbuat.
Begitu caranya
setan menipudaya jika tidak disadari semakin luputlah terhadap kebenaran
sejati (kebenaran mutlak dari Allah Swt). Sebagai gambaran, Rasulullah
ditanya tentang hal yang paling banyak menjerumuskan manusia ke dalam
neraka, beliau bersabda: “Mulut dan Kemaluan.” (HR. Tirmidzi, ia
berkata hadits ini shahih gharib)
5. Gelisah disebabkan tidak memiliki seutuhnya
Akan
timbul kegelisahan, kecurigaan yang berlebihan disebabkan karena tidak
terikat oleh Hukum Negara maupun Hukum Agama, sehingga rasa
tanggungjawab individu kurang diperhatikan terjadilah banyak pelewengan
(untuk menghindar dari rasa tanggungjawab).
Selain itu, karena
tidak bisa memiliki seutuhnya dalam artian hanya jasadnya sedangkan
jiwanya harus masih bebas, karena suami istri sudah memiliki hak dan
kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi. Sedang dalam pacaran
seringkali yang dominan mempengaruhi itu hak saja yang diunggulkan
sedang kewajiban sering diabaikan (perlakuan) hanya memperlihatkan sikap
menguasai satu sama lain atau menguasai satu pihak. Siapa diantara
cewek atau cowok yang menguasai itulah yang harus dituruti kemauan dan
keinginannya nyaris inilah yang terjadi. Sudah berpikirkah saat ini,
untuk berhenti pacaran?
Sebagai tantangan, pada kesanggupan kita
sendiri, penulis saja sudah sanggup sendiri hingga waktunya tiba untuk
menikah setelahnya pacaran istilahnya pacaran setelah menikah untuk
menjaga keharmonisan hubungan. Hakikat pacaran hanya senang-senang,
tidak terbebani oleh tanggungjawab, sedang suami istri punya hak
kewajiban seperti yang dikatakan tadi diatas memikul tanggungjawab atas
perilaku, perlakuan, dan perbuatan sendiri ujung-ujungnya berdampak
pada hubungan itu sendiri bertahankah atau putus disitu saja sebagai
penentuan kondisi jiwa sikap labil (berubah-ubah) atau stabil (tetap)?
Kesimpulan: Fakta Kepalsuan Pacaran menurut Muhammad Adam Hussein dalam artikel ini, antara lain:
1. Sifat Asli Takkan Ditemui,
2. Janji Tak bisa Dipegang,
3. Pacaran itu bukan Ikatan tapi Status,
4. Membuang waktu sia-sia,
5. Gelisah disebabkan tidak memiliki seutuhnya.
Dari
sinilah, kita telah mengetahui kebenarannya yang seringkali orang lain
menutupinya, karena hal ini kebenaran maka harus diungkap bukannya
disembunyikan. Jika berhenti pacaran atau tidaknya, itu kembali pada
masing-masing individu yang bertanggungjawab, penulis hanyalah sekedar
mengingatkan selebihnya gimana pembaca, sebab tiap orang memiliki jalan
hidup yang berbeda antara jalan yang menyimpang dari agama atau jalan
yang sesuai dengan agama khususnya Islam.
PRINSIP MUSLIM DAN MUSLIMAH SEJATI MENIKAH DULU BARU PACARAN