Gelas-gelas surga berdenting, beradu, menjadi sebuah harmoni. Sungai-sungai mengalir, menyejukkan, menentramkan. Buah-buahan menjadi rezeki yang kekal. “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Balasan dari penghambaan yang telah “kami” nyatakan. Penghambaan yang tak samar, tergores dalam amal. Dikala kedatangan kami disambut bidadari-bidadari yang tak terupakan di dunia. Tak terbandingkan dari apa yang pernah terlihat. Yang setetes air mulutnya dapat memaniskan asinnya lautan dunia. Perjalanan menuju sebuah istana nan megah gemerlap cahaya. Namun, semua kebahagiaan itu hanya dimiliki oleh golongan yang menghamba.
Jerit tangis penyesalan, terdengar memilukan. Panas yang tersentuh di telapak kaki, mendidihkan ubun-ubunya. Siksaan nan pedih, tak terperikan. Rasa sakit yang tak pernah terasakan. Di kerak api tak dapat berlari.
Ketika manusia telah diingatkan. Bahkan Sang Pencipta pun telah bersumpah kepada bukit. Dan pula bersumpah kepada kitab yang pernah ditulis, diturunkan melalui malaikat. Dari lembaran-lembarannya yang terbuka, dengan keindahan ayat-ayatnya. Bahwa sesungguhnya adzab dari Sang Pencipta pasti akan datang, dan tiada sesiapa pun mampu menolaknya. Pada hari ketika langit benar-benar terguncang, dan gunung-gunung berjalan. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang mendustakan. Orang-orang yang bermain-main dalam kebathilan. Bermain-main dalam kedustaan.
Ketika ruh dipisahkan dengan jasad. Ketika nyawa dicabut dari urat-urat, tulang hidung dan ujung-ujung jari. Rasa kematian yang sangat menyakitkan. Kematian yang paling mudah pun adalah serupa dengan sebatang pohon duri yang menancap di selembar kain sutra. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutra yang terkoyak? Tak ada satu pembuluh pun yang tidak merasakan pedihnya derita kematian. Seandainya seutas rambut dari orang yang sudah mati diletakkan di atas para penghuni langit dan bumi, niscaya dengan izin Allah SWT, mereka akan mati karena maut berada di setiap utas rambut, dan tidak pernah jatuh pada sesuatu pun tanpa membinasakannya. Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain, seraya berkata, ”Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat.” Siapkah kita menghadapinya?
Sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan manusia dengan sia-sia dan diacuhkan, tetapi Dia membebankan kewajiban kepada mereka, memberikan perintah dan larangan, menurut petunjuk/hidayah berupa kitab suci dan mewajibkan mereka memahami petunjukNya, baik secara terperinci atau pun tidak.
Allah SWT menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Dalam penciptaannya ia dilengkapi dengan segenap perangkat yang dapat dijadikan alat untuk membantunya menjalankan kewajiban yang berada dipundaknya sebagai khalifah di muka bumi. Perangkat tersebut berupa jasad, ruh, akal, nafsu, dan hati, yang kesemuanya itu merupakan nikmat dari Allah SWT. Maka, barangsiapa yang menggunakan perangkat tersebut untuk ketaatan kepadaNya, dan dengannya ia melalui jalan sehingga memahami petunjukNya serta tidak mendurhakaiNya, maka ia bersyukur atas segala pemberian di atas menuju keridlan Allah SWT. Sebaliknya siapa yang menggunakannya sesuai kehendak hawa nafsunya, tidak memelihara hak penciptaannya, niscaya ia termasuk orang-orang yang merugi.
Kembali kita harus mengingat, bahwa dunia hanyalah sebuah terminal perhentian. Perjalanan selanjutnya masihlah panjang. Kehidupan setelah kehidupan akan dihadapi dalam kekekalan. Kekekalan yang dapat dihentikan hanya dengan kehendak pemilik kekekalan mutlak, Rabb Sang Pencipta. Demi hidupmu! Tak berguna lagi harta benda bagi manusia. Ketika dia merasakan sakaratul maut, dan rongga dadanya tersesak. Betapa banyak wajah kian memutih. Hingga burung-burung merpati menyangkanya awan.
Rabb pemilik sekalian alam telah kembali mengingatkan, “Kamu sekalian datang kepada Kami dengan sendiri-sendiri seperti ketika Kami menciptakan kamu semua untuk pertama kalinya, setelah semua kamu semua meninggalkan yang Kami anugerahkan kepadamu. Kami tidak melihat bersamamu para pemberi syafaatmu yang kamu katakan memiliki saham bersamamu. Sekarang ikatan di antaramu sudah terputus, dan hal yang kamu kira itu tidak benar.” Siapkah kita menghadapi kesendirian dalam pertanggunjawaban.
Manusia telah mendapatkan petunjuk dalam kehidupan. Hukum-hukum Allah memberikan harmonisasi kehidupan. Ketentraman hati dan akal akan terpuaskan. Namun, manusia memang bodoh. Masih saja manusia melirik terhadap kesesatan. Mengikuti hawa nafsu yang bias. Ajakan syaithan yang dapat memberikan siksaan yang pedih, ternyata lebih senang untuk ditaati. Kenikmatan sementara dalam terminal kehidupan, menjadikan dirinya berbangga akan kesenangannya. Namun dia lupa, ajal akan menjelang. Kehidupan abadi pun akan dijelang.
Akankah kah hidup kita akan berbalas siksa, atau kah hidup kita akan berbalas kenikmatan? Sesungguhnya kamu semua pasti akan mati dan mereka pun akan mati. Kemudian pada hari kiamat kamu semua akan berselisih di depan Rabbmu. Dosa-dosa akan dikembalikan kepadamu, sampai kamu mengembalikan kepada setiap orang hak yang dimilikinya.
Takutlah kepada dahsyatnya hari saat tak satu pun langkah yang akan diabaikan, tak satu pun pukulan atau sepatah kata pun yang dilewatkan, agar korban-korban kedzhaliman menuntut balas terhadap orang-orang yang mendzhalimi mereka. Di hari itu, Allah SWT berfirman dengan firman yang terdengar sampai jauh sebagaiman ia terdengar dari dekat, “Aku adalah Raja! Aku adalah penagih utang! Tidaklah layak penghuni surga yang mana pun untuk masuk surga, padahal salah seorang dari penghuni neraka pernah didzhalimi olehnya, kecuali jika orang itu telah menuntut balasnya; tidak patut pula bagi penghuni neraka yang mana pun untuk masuk neraka padahal ia masih mempunyai keluhan terhadap seseorang dari penghuni surga, sampai dia memperoleh kesempatan untuk membalasnya walau tak lebih dari satu tamparan.”
Takutkah kita akan hari pembalasan? Dimana semua amal baik dan buruk dipertunjukkan. Tak ada satu pun yang dapat mendustakan. Ketika ia mendustakan Allah di dunia. Jauh dari syariat Allah. Melecehkan dan menginjak-injak hukum Allah. Dan bahkan membenci Allah dan ummatnya. Ingatkah kita ketika Allah menjanjikan balasannya di neraka yang sangat pedih? Ketika para penghuni yang mendustakan kehausan, maka masing-masing akan diberi air nanah, yang akan direguknya, hampir-hampir dia tidak mampu menelannya, dan maut mendatangi mereka dari setiap sisi, tapi dia tidak bisa mati. Dan ketika mereka menjerit minta tolong, maka mereka akan diguyur dengan air yang panasnya bagai timah cair, dan membakar muka mereka. Inilah seburuk-buruk minuman, dan seburuk-buruk tempat tinggal yang kotor.
Rasa lapar akan ditimpakan atas penghuni neraka sehingga menyamai siksaan yang sedang mereka rasakan. Mereka akan menjerit meminta makanan, dan mereka diberi makanan dari pohon berduri yang pahit, yang tidak menggemukan ataupun mengenyangkan. Sekali lagi mereka akan menjerit meminta makanan, dan mereka pun diberi makanan yang mencekik leher mereka. Seketika itu juga mereka akan ingat ketika di dunia, mereka biasa menghilangkan rasa tercekik di tenggorokan dengan cara minum air. Mereka pun lalu menjerit meminta minum, dan dengan penjepit dari besi, diantarkanlah kepada mereka air yang mendidih. Namun ketika dekat dengan mereka, ditumpahkanlah air itu ke wajah mereka, dan ketika minuman telah mencapai ke perut mereka, maka tercabik-cabiklah isi perut mereka. Setelah itu mereka berkata, “Panggilah para penjaga neraka!” dan mereka pun memohon, “Mintakan kepada Tuhan kalian agar meringankan siksaan walau sehari!” Akan tetapi mereka menjawab, “Tidakkah utusan-utusan telah datang kepadamu dengan bukti-bukti yang nyata?” “Ya”, jawab mereka. Para penjaga neraka berkata, “Berdoalah sendiri, dan doa orang-orang kafir hanyalah kesiasiaan belaka.” Kemudian para penghuni neraka itu berkata, “Panggilah Malik!” dan mereka pun memanggilnya, “Wahai Malik, biarlah Tuhanmu mengakhiri hidup kami saja!” Akan tetapi, Malik memberikan jawaban kepada meraka, “Kalian semua akan tetap tinggal dalam keadaan seperti ini.”
Itu hanyalah sebagian penderitaan yang akan dialami oleh orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasulnya. Mereka buta dan tuli dari ayat-ayat Allah. Melupakan penguasa sebenarnya. Merasa dirinyalah yang menguasai apa yang dia inginkan. Berbuat kedzhaliman, dan merasa perbuatan mereka hanyalah sebuah hak yang dapat mereka lakukan. Mereka merasa aturan hidup yang dibuat oleh manusia lebih baik dari hukum Allah. Mereka menjadikan Allah hanya sebuah bahan perbincangan dalam sebuah percandaan. Sungguh, mereka akan mendapatkan balasannya!
Namun “mereka” itu bisa menjadi ”kita” . Boleh jadi kita telah mendustakan Allah, walaupun tidak kita sadari. Atau pun bahkan kita menyadari dengan sesadar-sadarnya pendustaan itu. Hal-hal yang haram menjadi halal, dan yang halal yang menjadi haram. Al Quran hanya dianggap sebuah perkataan syair yang jika ditinggalkan, hanyalah sebuah karya sastra yang tak bermakna. Benarkah kita seperti itu? Sadarkah kita? Benarkah kita telah berhukum hanya terhadap hukum Allah saja? Apakah kita masih menganggap hukum jahiliyah yang lebih baik dari hukum Allah? Apakah kita masih mau berhukum dengan hukum-hukum buatan kaum kafir? Ataukah mulut kita telah terpenuhi dengan kata-kata baik dari amalan Al Quran? Telinga kita digunakan untuk mendengarkan suara-suara yang datangnya hanya dari Al Quran? Mata kita hanya digunakan pada pandangan-pandang yang dihalalkan melalui Al Quran? Perut kita isi dengan makanan yang baik lagi halal menurut pandangan Allah? Atau kah gerak langkah kita, hanyalah bentuk pengamalan dari Al Quran? Neraka atau surgakah balasan perbuatan kita? Sungguh, segala jawaban itu tak perlu kita tunggu sampai ajal menjelang. Boleh jadi ajal akan kita hadapi dalam detik-detik selanjutnya. Atau boleh jadi ajal akan kita temui dikala usia kita sudah senja. Namun sudah siapkah kita menghadapinya?
Semoga kita tergolong dalam golongan orang-orang yang mendapatkan surga Allah. Amin.
Jerit tangis penyesalan, terdengar memilukan. Panas yang tersentuh di telapak kaki, mendidihkan ubun-ubunya. Siksaan nan pedih, tak terperikan. Rasa sakit yang tak pernah terasakan. Di kerak api tak dapat berlari.
Ketika manusia telah diingatkan. Bahkan Sang Pencipta pun telah bersumpah kepada bukit. Dan pula bersumpah kepada kitab yang pernah ditulis, diturunkan melalui malaikat. Dari lembaran-lembarannya yang terbuka, dengan keindahan ayat-ayatnya. Bahwa sesungguhnya adzab dari Sang Pencipta pasti akan datang, dan tiada sesiapa pun mampu menolaknya. Pada hari ketika langit benar-benar terguncang, dan gunung-gunung berjalan. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang mendustakan. Orang-orang yang bermain-main dalam kebathilan. Bermain-main dalam kedustaan.
Ketika ruh dipisahkan dengan jasad. Ketika nyawa dicabut dari urat-urat, tulang hidung dan ujung-ujung jari. Rasa kematian yang sangat menyakitkan. Kematian yang paling mudah pun adalah serupa dengan sebatang pohon duri yang menancap di selembar kain sutra. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutra yang terkoyak? Tak ada satu pembuluh pun yang tidak merasakan pedihnya derita kematian. Seandainya seutas rambut dari orang yang sudah mati diletakkan di atas para penghuni langit dan bumi, niscaya dengan izin Allah SWT, mereka akan mati karena maut berada di setiap utas rambut, dan tidak pernah jatuh pada sesuatu pun tanpa membinasakannya. Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain, seraya berkata, ”Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat.” Siapkah kita menghadapinya?
Sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan manusia dengan sia-sia dan diacuhkan, tetapi Dia membebankan kewajiban kepada mereka, memberikan perintah dan larangan, menurut petunjuk/hidayah berupa kitab suci dan mewajibkan mereka memahami petunjukNya, baik secara terperinci atau pun tidak.
Allah SWT menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Dalam penciptaannya ia dilengkapi dengan segenap perangkat yang dapat dijadikan alat untuk membantunya menjalankan kewajiban yang berada dipundaknya sebagai khalifah di muka bumi. Perangkat tersebut berupa jasad, ruh, akal, nafsu, dan hati, yang kesemuanya itu merupakan nikmat dari Allah SWT. Maka, barangsiapa yang menggunakan perangkat tersebut untuk ketaatan kepadaNya, dan dengannya ia melalui jalan sehingga memahami petunjukNya serta tidak mendurhakaiNya, maka ia bersyukur atas segala pemberian di atas menuju keridlan Allah SWT. Sebaliknya siapa yang menggunakannya sesuai kehendak hawa nafsunya, tidak memelihara hak penciptaannya, niscaya ia termasuk orang-orang yang merugi.
Kembali kita harus mengingat, bahwa dunia hanyalah sebuah terminal perhentian. Perjalanan selanjutnya masihlah panjang. Kehidupan setelah kehidupan akan dihadapi dalam kekekalan. Kekekalan yang dapat dihentikan hanya dengan kehendak pemilik kekekalan mutlak, Rabb Sang Pencipta. Demi hidupmu! Tak berguna lagi harta benda bagi manusia. Ketika dia merasakan sakaratul maut, dan rongga dadanya tersesak. Betapa banyak wajah kian memutih. Hingga burung-burung merpati menyangkanya awan.
Rabb pemilik sekalian alam telah kembali mengingatkan, “Kamu sekalian datang kepada Kami dengan sendiri-sendiri seperti ketika Kami menciptakan kamu semua untuk pertama kalinya, setelah semua kamu semua meninggalkan yang Kami anugerahkan kepadamu. Kami tidak melihat bersamamu para pemberi syafaatmu yang kamu katakan memiliki saham bersamamu. Sekarang ikatan di antaramu sudah terputus, dan hal yang kamu kira itu tidak benar.” Siapkah kita menghadapi kesendirian dalam pertanggunjawaban.
Manusia telah mendapatkan petunjuk dalam kehidupan. Hukum-hukum Allah memberikan harmonisasi kehidupan. Ketentraman hati dan akal akan terpuaskan. Namun, manusia memang bodoh. Masih saja manusia melirik terhadap kesesatan. Mengikuti hawa nafsu yang bias. Ajakan syaithan yang dapat memberikan siksaan yang pedih, ternyata lebih senang untuk ditaati. Kenikmatan sementara dalam terminal kehidupan, menjadikan dirinya berbangga akan kesenangannya. Namun dia lupa, ajal akan menjelang. Kehidupan abadi pun akan dijelang.
Akankah kah hidup kita akan berbalas siksa, atau kah hidup kita akan berbalas kenikmatan? Sesungguhnya kamu semua pasti akan mati dan mereka pun akan mati. Kemudian pada hari kiamat kamu semua akan berselisih di depan Rabbmu. Dosa-dosa akan dikembalikan kepadamu, sampai kamu mengembalikan kepada setiap orang hak yang dimilikinya.
Takutlah kepada dahsyatnya hari saat tak satu pun langkah yang akan diabaikan, tak satu pun pukulan atau sepatah kata pun yang dilewatkan, agar korban-korban kedzhaliman menuntut balas terhadap orang-orang yang mendzhalimi mereka. Di hari itu, Allah SWT berfirman dengan firman yang terdengar sampai jauh sebagaiman ia terdengar dari dekat, “Aku adalah Raja! Aku adalah penagih utang! Tidaklah layak penghuni surga yang mana pun untuk masuk surga, padahal salah seorang dari penghuni neraka pernah didzhalimi olehnya, kecuali jika orang itu telah menuntut balasnya; tidak patut pula bagi penghuni neraka yang mana pun untuk masuk neraka padahal ia masih mempunyai keluhan terhadap seseorang dari penghuni surga, sampai dia memperoleh kesempatan untuk membalasnya walau tak lebih dari satu tamparan.”
Takutkah kita akan hari pembalasan? Dimana semua amal baik dan buruk dipertunjukkan. Tak ada satu pun yang dapat mendustakan. Ketika ia mendustakan Allah di dunia. Jauh dari syariat Allah. Melecehkan dan menginjak-injak hukum Allah. Dan bahkan membenci Allah dan ummatnya. Ingatkah kita ketika Allah menjanjikan balasannya di neraka yang sangat pedih? Ketika para penghuni yang mendustakan kehausan, maka masing-masing akan diberi air nanah, yang akan direguknya, hampir-hampir dia tidak mampu menelannya, dan maut mendatangi mereka dari setiap sisi, tapi dia tidak bisa mati. Dan ketika mereka menjerit minta tolong, maka mereka akan diguyur dengan air yang panasnya bagai timah cair, dan membakar muka mereka. Inilah seburuk-buruk minuman, dan seburuk-buruk tempat tinggal yang kotor.
Rasa lapar akan ditimpakan atas penghuni neraka sehingga menyamai siksaan yang sedang mereka rasakan. Mereka akan menjerit meminta makanan, dan mereka diberi makanan dari pohon berduri yang pahit, yang tidak menggemukan ataupun mengenyangkan. Sekali lagi mereka akan menjerit meminta makanan, dan mereka pun diberi makanan yang mencekik leher mereka. Seketika itu juga mereka akan ingat ketika di dunia, mereka biasa menghilangkan rasa tercekik di tenggorokan dengan cara minum air. Mereka pun lalu menjerit meminta minum, dan dengan penjepit dari besi, diantarkanlah kepada mereka air yang mendidih. Namun ketika dekat dengan mereka, ditumpahkanlah air itu ke wajah mereka, dan ketika minuman telah mencapai ke perut mereka, maka tercabik-cabiklah isi perut mereka. Setelah itu mereka berkata, “Panggilah para penjaga neraka!” dan mereka pun memohon, “Mintakan kepada Tuhan kalian agar meringankan siksaan walau sehari!” Akan tetapi mereka menjawab, “Tidakkah utusan-utusan telah datang kepadamu dengan bukti-bukti yang nyata?” “Ya”, jawab mereka. Para penjaga neraka berkata, “Berdoalah sendiri, dan doa orang-orang kafir hanyalah kesiasiaan belaka.” Kemudian para penghuni neraka itu berkata, “Panggilah Malik!” dan mereka pun memanggilnya, “Wahai Malik, biarlah Tuhanmu mengakhiri hidup kami saja!” Akan tetapi, Malik memberikan jawaban kepada meraka, “Kalian semua akan tetap tinggal dalam keadaan seperti ini.”
Itu hanyalah sebagian penderitaan yang akan dialami oleh orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasulnya. Mereka buta dan tuli dari ayat-ayat Allah. Melupakan penguasa sebenarnya. Merasa dirinyalah yang menguasai apa yang dia inginkan. Berbuat kedzhaliman, dan merasa perbuatan mereka hanyalah sebuah hak yang dapat mereka lakukan. Mereka merasa aturan hidup yang dibuat oleh manusia lebih baik dari hukum Allah. Mereka menjadikan Allah hanya sebuah bahan perbincangan dalam sebuah percandaan. Sungguh, mereka akan mendapatkan balasannya!
Namun “mereka” itu bisa menjadi ”kita” . Boleh jadi kita telah mendustakan Allah, walaupun tidak kita sadari. Atau pun bahkan kita menyadari dengan sesadar-sadarnya pendustaan itu. Hal-hal yang haram menjadi halal, dan yang halal yang menjadi haram. Al Quran hanya dianggap sebuah perkataan syair yang jika ditinggalkan, hanyalah sebuah karya sastra yang tak bermakna. Benarkah kita seperti itu? Sadarkah kita? Benarkah kita telah berhukum hanya terhadap hukum Allah saja? Apakah kita masih menganggap hukum jahiliyah yang lebih baik dari hukum Allah? Apakah kita masih mau berhukum dengan hukum-hukum buatan kaum kafir? Ataukah mulut kita telah terpenuhi dengan kata-kata baik dari amalan Al Quran? Telinga kita digunakan untuk mendengarkan suara-suara yang datangnya hanya dari Al Quran? Mata kita hanya digunakan pada pandangan-pandang yang dihalalkan melalui Al Quran? Perut kita isi dengan makanan yang baik lagi halal menurut pandangan Allah? Atau kah gerak langkah kita, hanyalah bentuk pengamalan dari Al Quran? Neraka atau surgakah balasan perbuatan kita? Sungguh, segala jawaban itu tak perlu kita tunggu sampai ajal menjelang. Boleh jadi ajal akan kita hadapi dalam detik-detik selanjutnya. Atau boleh jadi ajal akan kita temui dikala usia kita sudah senja. Namun sudah siapkah kita menghadapinya?
Semoga kita tergolong dalam golongan orang-orang yang mendapatkan surga Allah. Amin.
0 comments:
Post a Comment